Fenomena ini terjadi akibat suhu dingin ekstrim yang terjadi di kawasan kutub utara.
Lapisan ozon merupakan lapisan yang berfungsi seperti tameng yang melindungi kehidupan di Bumi dari radiasi sinar ultraviolet berbahaya. Dalam beberapa pekan terakhir, kondisi cuaca yang tidak lazim telah mengakibatkan penipisan lapisan ozon di kawasan Arktik. Penipisan yang kali ini terjadi merupakan yang terburuk.
Sebagai informasi, konsentrasi ozon terus dipantau oleh lembaga internasional sejak penandatanganan Protokol Montreal pada tahun 1987, yang menentukan batas produksi halocarbon, senyawa kimia yang mengandung klorin dan bromin dan menyebabkan kerusakan ozon di stratosfer.
Kali ini, menurut para peneliti dari Laboratorie Atmospheres, Milieux, Observation Spatiales, Perancis, pada akhir Maret lalu, hilangnya lapisan ozon telah mencapai sekitar 40 persen.
Dikutip dari Science Daily, 11 April 2011, fenomena berkurangnya lapisan ozon terjadi akibat suhu dingin yang ekstrim dan musim dingin stratosferik panjang yang mengakibatkan perusakan ozon secara signifikan. Kondisi ini diperkirakan akan terus berlanjut hingga musim semi.
Seperti diketahui, rusaknya ozon pada stratosfir terjadi di kawasan kutub saat temperatur turun ke bawah -80 derajat Celcius. Pada suhu ini, awan terbentuk di bagian bawah stratosfir. Reaksi kimia di dalamnya kemundian mengubah senyawa dari halocarbon (yang tidak berbahaya bagi ozon) menjadi senyawa aktif. Proses ini menjurus ke rusaknya ozon saat sinar matahari menyinari kutub.
Di Antartika ‘lubang ozon’ merupakan fenomena yang selalu terjadi di sana karena temperatur udara di kawasan stratosfir kutub selatan itu sangat rendah pada musim dingin. Namun di Arktik, secara rata-rata, temperatur umumnya lebih hangat.
Tanpa Protokol Montreal, kerusakan ozon tahun ini mungkin akan lebih parah. Selama konsentrasi klorin dan bromin di startosfir tetap tinggi, penipisan lapisan ozon seperti yang kamili ini terjadi akan kembali hadir di musim dingin yang sangat ekstrim di kutub utara.
Dari uji coba, peneliti memperkirakan, lapisan ozon baru bisa pulih ke level sebelum tahun 198-an pada sekitar tahun 2045 sampai 2060 mendatang di kutub selatan utara dan sekitar satu atau dua dekade sebelumnya di kutub utara.
• VIVAnews
Sebagai informasi, konsentrasi ozon terus dipantau oleh lembaga internasional sejak penandatanganan Protokol Montreal pada tahun 1987, yang menentukan batas produksi halocarbon, senyawa kimia yang mengandung klorin dan bromin dan menyebabkan kerusakan ozon di stratosfer.
Kali ini, menurut para peneliti dari Laboratorie Atmospheres, Milieux, Observation Spatiales, Perancis, pada akhir Maret lalu, hilangnya lapisan ozon telah mencapai sekitar 40 persen.
Dikutip dari Science Daily, 11 April 2011, fenomena berkurangnya lapisan ozon terjadi akibat suhu dingin yang ekstrim dan musim dingin stratosferik panjang yang mengakibatkan perusakan ozon secara signifikan. Kondisi ini diperkirakan akan terus berlanjut hingga musim semi.
Seperti diketahui, rusaknya ozon pada stratosfir terjadi di kawasan kutub saat temperatur turun ke bawah -80 derajat Celcius. Pada suhu ini, awan terbentuk di bagian bawah stratosfir. Reaksi kimia di dalamnya kemundian mengubah senyawa dari halocarbon (yang tidak berbahaya bagi ozon) menjadi senyawa aktif. Proses ini menjurus ke rusaknya ozon saat sinar matahari menyinari kutub.
Di Antartika ‘lubang ozon’ merupakan fenomena yang selalu terjadi di sana karena temperatur udara di kawasan stratosfir kutub selatan itu sangat rendah pada musim dingin. Namun di Arktik, secara rata-rata, temperatur umumnya lebih hangat.
Tanpa Protokol Montreal, kerusakan ozon tahun ini mungkin akan lebih parah. Selama konsentrasi klorin dan bromin di startosfir tetap tinggi, penipisan lapisan ozon seperti yang kamili ini terjadi akan kembali hadir di musim dingin yang sangat ekstrim di kutub utara.
Dari uji coba, peneliti memperkirakan, lapisan ozon baru bisa pulih ke level sebelum tahun 198-an pada sekitar tahun 2045 sampai 2060 mendatang di kutub selatan utara dan sekitar satu atau dua dekade sebelumnya di kutub utara.
• VIVAnews
0 komentar:
Posting Komentar