Jumat, 29 April 2011

Presiden Soekarno dan Seekor Cacing

Diceritakan pada tahun 1946, letika Bung Karno hendak melanjutkan perjalanan pada suatu kunjungan di daerah Bantul, Yogyakarta, matanya tertumbuk pada seekor cacing yang menggeliat-geliat kesusahan di tengah jalan raya. Bung Karno menghentikan langkah, memperhatikan cacing yang bersusah payah terseok-seok, menggeliat-geliat hendak mencari tanah gambur, atau setidaknya mencari kelembaban.

Tak habis pikir Bung Karno, demi melihat seekor cacing di tengah jalan. Ia hanya bisa menduga, itu seekor cacing salah jalan… atau ada petani iseng saat mencangkul mendapati cacing, kemudian memungut dan melemparnya ke jalan (tempat kering). Satu hal yang Bung Karno tahu, tanpa adanya pertolongan, si cacing bakal mati kepanasan. Habitat dia bukanlah di tengah jalan. Selain bisa mati kering tersengat matahari, bisa juga mati lebih cepat karena kelindas ban sepeda, ban mobil, atau telapak kaki petani.

Karenanya, Bung Karno spontan memerintahkan pengawalnya untuk segera menolong sang cacing. Caranya? Tentu saja harus dipungut dengan tangan, setidaknya menjumputnya dengan jepitan lunak telunjuk dan jempol, kemudian memindahkannya ke tanah basah.

Atas perintah Presiden yang satu ini, sang pengawal kaget. Ekspresinya benar-benar seperti orang blo’on… sorot mata memandang bolak-balik antara seekor cacing dan Bapak Presiden. Pada saat itu, ia benar-benar belum paham dengan perintah penyelamatan cacing di tengah jalan. Barulah setelah Bung Karno mengeluarkan perintah yang sama untuk kedua kalinya, si pengawal paham.

Berita Terkait

1 komentar:

Anonim mengatakan...

mungkin pengawalnya jijik atau takut sama cacing tuh...mknya rd bengong dia waktu dsuruh pindahin cacingnya....tapi, mantaff....

Posting Komentar

Arsip Blog

Diberdayakan oleh Blogger.

 
Design by IBENKZ TRILOGY © 2011