Sabtu, 28 Januari 2012

Ditemukan, 'Studio Seni' Tertua di Dunia

situs rias di Afrika Selatan (foxnews.com)

Para peneliti menemukan sebuah situs kuno yang diklaim sebagai 'studio seni' pertama di dunia. Ruangan itu ditemukan di Gua Blombos, letaknya di pantai sebelah selatan Cape Town, Afrika Selatan. Usianya diperkirakan 100.000 tahun. Demikian dilansir foxnews.com.

Di situs ini, juga ditemukan dua kotak rias secara terpisah. Selain itu, para peneliti juga menemukan batu tajam. Diduga batu-batu itu digunakan sebagai alat pancing. Penemuan terakhir yang dilaporkan adalah pewarna rias, mangkuk penghalus,  kulit untuk menyimpan, tulang dan arang untuk campuran pewarna.

Ketua peneliti dari Universitas Bergen, Norwegia, Christopher Henshilwood mengatakan penemuan ini menunjukkan tanda-tanda proses evolusi mental manusia yang kompleks. Menurut para peneliti ini, pewarna yang ditemukan itu dapat digunakan untuk menggambar, dekorasi, dan perlindungan kulit.

Para peneliti ini juga mengatakan penemuan ini menunjukkan bahwa manusia pada waktu itu sudah memiliki kemampuan konseptual terhadap sumber daya, mengombinasikan, dan menyimpan bahan-bahan yang yang mungkin bisa digunakan untuk meningkatkan derajat sosial mereka.

Henshilwood yang juga bekerja untuk Universitas Witwatersrand, Afrika Selatan mengatakan bahwa para peneliti meyakini bagian pewarna make up ini digerus di bebatuan saat membuat serbuk merah. Dan dicampur dengan tulang penggerus, arang, dan potongan tulang.
• VIVAnews
situs rias di Afrika Selatan (foxnews.com)

Para peneliti menemukan sebuah situs kuno yang diklaim sebagai 'studio seni' pertama di dunia. Ruangan itu ditemukan di Gua Blombos, letaknya di pantai sebelah selatan Cape Town, Afrika Selatan. Usianya diperkirakan 100.000 tahun. Demikian dilansir foxnews.com.

Di situs ini, juga ditemukan dua kotak rias secara terpisah. Selain itu, para peneliti juga menemukan batu tajam. Diduga batu-batu itu digunakan sebagai alat pancing. Penemuan terakhir yang dilaporkan adalah pewarna rias, mangkuk penghalus,  kulit untuk menyimpan, tulang dan arang untuk campuran pewarna.

Ketua peneliti dari Universitas Bergen, Norwegia, Christopher Henshilwood mengatakan penemuan ini menunjukkan tanda-tanda proses evolusi mental manusia yang kompleks. Menurut para peneliti ini, pewarna yang ditemukan itu dapat digunakan untuk menggambar, dekorasi, dan perlindungan kulit.

Para peneliti ini juga mengatakan penemuan ini menunjukkan bahwa manusia pada waktu itu sudah memiliki kemampuan konseptual terhadap sumber daya, mengombinasikan, dan menyimpan bahan-bahan yang yang mungkin bisa digunakan untuk meningkatkan derajat sosial mereka.

Henshilwood yang juga bekerja untuk Universitas Witwatersrand, Afrika Selatan mengatakan bahwa para peneliti meyakini bagian pewarna make up ini digerus di bebatuan saat membuat serbuk merah. Dan dicampur dengan tulang penggerus, arang, dan potongan tulang.
• VIVAnews

Jam Modern Tertua Ditemukan di Australia

Kuadran Waktu, Jam Modern Tertua Asal Inggris (dailymail.co.uk)

Sebuah instrumen penunjuk waktu ditemukan di antara tumpukan pipa, yang tersimpan di dalam suatu gudang di sebuah pertanian di Queensland, Australia. Bisa dikatakan ini merupakan jam pertama yang membagi satu hari menjadi 24 jam.

Selama 20 tahun, benda sejarah bernilai tinggi ini tergeletak begitu saja, tanpa ada yang menyadari. Pada tahun '70-an, sebenarnya pemiliknya, Christopher Becker, yang saat itu masih anak-anak, menemukan 'jam' itu dalam sebuah tas penyimpanan pipa. Becker kemudian mendesak ayahnya untuk membawa 'jam' itu ke sebuah museum di Queensland.

Saat itu, benda itu diidentifikasi sebagai astrolabe. Tapi, waktu itu museum belum mengetahui nilai historis yang dimiliki astrolabe tersebut.

Becker lalu menyimpan benda itu, hingga tahun lalu. Saat membaca sebuah artikel mengenai tiga benda kuadran waktu yang dimiliki Raja, Becker kembali teringat benda yang pernah ditemukannya 20 tahun lalu itu.

Ternyata benda itu adalah salah satu kuadran waktu yang memiliki segel pribadi Raja Richard II. Becker pun menghubungi British Museum. Oleh British Museum, benda itu diidentifikasi sebagai instrumen penunjuk waktu tertua kedua, yang pernah dimiliki Inggris. Adapun yang pertama merupakan Chaucer Astrolabe, yang tersimpan di British Museum.

Dengan sengkalan (angka yang menunjukkan tahun) berasal dari tahun 1396, kuadran waktu itu memiliki nilai tinggi saat akan dijual oleh rumah lelang Bonhams, bulan depan. Nilai kuadran waktu ini diperkirakan mencapai 150 hingga 200 Ribu Poundsterling, atau sekitar Rp 2,1 hingga 2,85 milyar.

"Saya percaya benda sepenting ini layak untuk mendapatkan perlakuan lebih baik, ketimbang hanya berada di meja saya, dan menjadi pengingat apa yang menjadi hasrat saya untuk mengkoleksi benda antik," ucap Becker.

Benda ini memang bernilai penting dalam pembabakan sejarah manusia mengenal waktu. Di benda ini, waktu dalam satu hari terbagi dalam 24 jam, yang memang mulai berkembang pada abad ke-14.

Salah satu contoh penggunaan waktu ini adalah saat Richard II melepaskan tahtanya pada 30 September 1399, yang digambarkan terjadi saat jam berdentang sembilan kali.

Dalam benda yang dimiliki Becker, terdapat gambar rusa jantan dengan lambang kerajaan di lehernya. Ini merupakan simbol yang diasosiasikan dengan Richard II.

Lalu bagaimana cara kuadran waktu ini bisa berpindah hingga jauh ke Australia? Ini dipercaya karena pewarisnya pada tahun 1800 meninggalkan Inggris Utara dan berimigrasi ke New Zealand dan Australia.
• VIVAnews
Kuadran Waktu, Jam Modern Tertua Asal Inggris (dailymail.co.uk)

Sebuah instrumen penunjuk waktu ditemukan di antara tumpukan pipa, yang tersimpan di dalam suatu gudang di sebuah pertanian di Queensland, Australia. Bisa dikatakan ini merupakan jam pertama yang membagi satu hari menjadi 24 jam.

Selama 20 tahun, benda sejarah bernilai tinggi ini tergeletak begitu saja, tanpa ada yang menyadari. Pada tahun '70-an, sebenarnya pemiliknya, Christopher Becker, yang saat itu masih anak-anak, menemukan 'jam' itu dalam sebuah tas penyimpanan pipa. Becker kemudian mendesak ayahnya untuk membawa 'jam' itu ke sebuah museum di Queensland.

Saat itu, benda itu diidentifikasi sebagai astrolabe. Tapi, waktu itu museum belum mengetahui nilai historis yang dimiliki astrolabe tersebut.

Becker lalu menyimpan benda itu, hingga tahun lalu. Saat membaca sebuah artikel mengenai tiga benda kuadran waktu yang dimiliki Raja, Becker kembali teringat benda yang pernah ditemukannya 20 tahun lalu itu.

Ternyata benda itu adalah salah satu kuadran waktu yang memiliki segel pribadi Raja Richard II. Becker pun menghubungi British Museum. Oleh British Museum, benda itu diidentifikasi sebagai instrumen penunjuk waktu tertua kedua, yang pernah dimiliki Inggris. Adapun yang pertama merupakan Chaucer Astrolabe, yang tersimpan di British Museum.

Dengan sengkalan (angka yang menunjukkan tahun) berasal dari tahun 1396, kuadran waktu itu memiliki nilai tinggi saat akan dijual oleh rumah lelang Bonhams, bulan depan. Nilai kuadran waktu ini diperkirakan mencapai 150 hingga 200 Ribu Poundsterling, atau sekitar Rp 2,1 hingga 2,85 milyar.

"Saya percaya benda sepenting ini layak untuk mendapatkan perlakuan lebih baik, ketimbang hanya berada di meja saya, dan menjadi pengingat apa yang menjadi hasrat saya untuk mengkoleksi benda antik," ucap Becker.

Benda ini memang bernilai penting dalam pembabakan sejarah manusia mengenal waktu. Di benda ini, waktu dalam satu hari terbagi dalam 24 jam, yang memang mulai berkembang pada abad ke-14.

Salah satu contoh penggunaan waktu ini adalah saat Richard II melepaskan tahtanya pada 30 September 1399, yang digambarkan terjadi saat jam berdentang sembilan kali.

Dalam benda yang dimiliki Becker, terdapat gambar rusa jantan dengan lambang kerajaan di lehernya. Ini merupakan simbol yang diasosiasikan dengan Richard II.

Lalu bagaimana cara kuadran waktu ini bisa berpindah hingga jauh ke Australia? Ini dipercaya karena pewarisnya pada tahun 1800 meninggalkan Inggris Utara dan berimigrasi ke New Zealand dan Australia.
• VIVAnews

"Kota yang Hilang" Ditemukan di Gurun Libya

reruntuhan kota yang hilang di gurun Libya (Toby Savage)
 
Menggunakan satelit dan foto udara tim dari University of Leicester, Inggris mengidentifikasi reruntuhan di bagian paling tak ramah di Gurun Sahara, di wilayah Libya.

Sejauh ini, tim menemukan 100 wilayah pertanian yang dikelilingi benteng, desa-desa, dan struktur mirip istana dengan dinding yang masih tersisa setinggi 4 meter, serta lanskap kota. Kota itu diperkirakan berdiri pada  1 sampai 500 masehi. Tim juga menemukan pemakaman piramida, dan sistem irigasi canggih.

"Ini seperti seseorang yang datang ke Inggris dan menemukan Istana Abad Pertengahan. Keberadaan pemukiman kuno ini tak tercatat pada masa pemerintahan rezim Khadafi," kata pemimpin proyek, David Mattingly, seperti dimuat situs sains, Our Amazing Science, 7 November 2011. Jatuhnya penguasa Libya selama 42 tahun itu memungkinkan membuka ruang bagi arkeolog mengeksplorasi peradaban pra Islam di sana.

"Kota yang hilang" ini dibangun oleh peradaban yang tak begitu dikenal, bernama Garamantes, yang memiliki gaya hidup dan budaya yang relatif maju dan berperan penting dalam sejarah.

"Gambar satelit memberi kami kemampuan untuk menelaah wilayah yang luas. Kami dapat melihat dalam lanskap yang tak ramah ini, yang tak pernah ada hujan, suatu ketika pernah dipadati penduduk dan ditanami. Ini sangat luar biasa," kata Martin Sterry, yang bertanggung jawab dalam interpretasi citra satelit.

Temuan ini menentang pendapat bangsa Roma yang mengatakan, orang Garamantes barbar dan pembuat onar di wilayah tepian kekuasaan Romawi.
Peradaban di Sahara, Libya

"Faktanya, mereka sangat beradab. Tinggal di pemukiman luas, kebanyakan adalah petani di wilayah oasis. Mereka sangat terorganisir, ada kota dan desa, mengenal tulisan, seni, juga teknologi," kata Mattingly. "Garamantes justru perintis pembangunan di oasis dan membuka perdagangan trans-Sahara."

Para peneliti sebelumnya ikut mengungsi saat pasukan pemberontak menyerang rezim Khadafi Februari 2011 lalu. Mereka akan segera kembali.
• VIVAnews
reruntuhan kota yang hilang di gurun Libya (Toby Savage)
 
Menggunakan satelit dan foto udara tim dari University of Leicester, Inggris mengidentifikasi reruntuhan di bagian paling tak ramah di Gurun Sahara, di wilayah Libya.

Sejauh ini, tim menemukan 100 wilayah pertanian yang dikelilingi benteng, desa-desa, dan struktur mirip istana dengan dinding yang masih tersisa setinggi 4 meter, serta lanskap kota. Kota itu diperkirakan berdiri pada  1 sampai 500 masehi. Tim juga menemukan pemakaman piramida, dan sistem irigasi canggih.

"Ini seperti seseorang yang datang ke Inggris dan menemukan Istana Abad Pertengahan. Keberadaan pemukiman kuno ini tak tercatat pada masa pemerintahan rezim Khadafi," kata pemimpin proyek, David Mattingly, seperti dimuat situs sains, Our Amazing Science, 7 November 2011. Jatuhnya penguasa Libya selama 42 tahun itu memungkinkan membuka ruang bagi arkeolog mengeksplorasi peradaban pra Islam di sana.

"Kota yang hilang" ini dibangun oleh peradaban yang tak begitu dikenal, bernama Garamantes, yang memiliki gaya hidup dan budaya yang relatif maju dan berperan penting dalam sejarah.

"Gambar satelit memberi kami kemampuan untuk menelaah wilayah yang luas. Kami dapat melihat dalam lanskap yang tak ramah ini, yang tak pernah ada hujan, suatu ketika pernah dipadati penduduk dan ditanami. Ini sangat luar biasa," kata Martin Sterry, yang bertanggung jawab dalam interpretasi citra satelit.

Temuan ini menentang pendapat bangsa Roma yang mengatakan, orang Garamantes barbar dan pembuat onar di wilayah tepian kekuasaan Romawi.
Peradaban di Sahara, Libya

"Faktanya, mereka sangat beradab. Tinggal di pemukiman luas, kebanyakan adalah petani di wilayah oasis. Mereka sangat terorganisir, ada kota dan desa, mengenal tulisan, seni, juga teknologi," kata Mattingly. "Garamantes justru perintis pembangunan di oasis dan membuka perdagangan trans-Sahara."

Para peneliti sebelumnya ikut mengungsi saat pasukan pemberontak menyerang rezim Khadafi Februari 2011 lalu. Mereka akan segera kembali.
• VIVAnews

Ramalan 'Kiamat' Artefak Bangsa Maya Dibantah

Film 2012 (Film 2012)

Bangsa Maya diasumsikan pernah meramalkan bahwa 'kiamat' akan terjadi pada 21 Desember 2012. Asumsi ini berdasarkan ditemukannya penanggalan dan inskripsi bangsa Maya yang terdapat di sebuah prasasti tablet batu, di situs Tortuguero, Mexico.

Selain itu, arkeolog beberapa waktu lalu juga menemukan sebuah ukiran (atau mungkin relief) yang terbuat dari batu bata, yang menyebut mengenai ramalan bangsa Maya mengenai 'kiamat' pada tahun 2012. Artefak ini ditemukan di dekat reruntuhan Comalcalco. Adapun Comacalco memiliki keunikan, karena jarang kuil Maya yang terbuat dari batu-bata.

Tapi ahli mengenai kebudayaan Maya asal Jerman, Sven Gronemeyer, mengatakan ramalan mengenai 'kiamat' itu merupakan misinterpretasi atau salah pembacaan.

Menurut Gronemeyer, inskripsi yang ditemukan tidak terbaca secara lengkap, karena ada bagian yang mengalami kerusakan. Tapi, jika itu bisa dibaca, inskripsi juga tidak menyebut apapun mengenai hari akhir atau kiamat.

Berdasarkan pembacaan yang dilakukannya, Gronemeyer berpendapat inskripsi di tablet batu Tortuguero menjelaskan mengenai transisi era baru di kalender bangsa Maya, dan bukan akhir dunia.

Berdasarkan inskripsi Tortuguero, terdapat penjelasan mengenai apa yang akan terjadi di tahun 2012. Salah satunya adalah munculnya Bolon Yokte, dewa Maya yang bersifat misterius, yang selama ini dikaitkan dengan perang dan penciptaan. Walau inskripsi ini tidak ditemukan secara sempurna, inskripsi itu diduga menyebut kalimat: "Dia akan datang dari langit."

Tapi, menurut Gronemeyer, Bolon Yokte disebut sebagai figur yang melambangkan perubahan. Kesalahan pandangan terhadap kepercayaan bangsa Maya ini dituding Gronemeyer dilakukan oleh bangsa Barat.

Gronemeyer berpandangan, inskripsi memang menjelaskan kembalinya dewa bangsa Maya, Bolon Yokten di akhir periode ke-13 rotasi Baktun. Berdasarkan penanggalan bangsa Maya, 1 rotasi Baktun berlangsung selama 394 tahun, dan angka 13 merupakan angka sakral bagi bangsa Maya. Penanggalan bangsa Maya diperkirakan dimulai pada 3114 SM dan berakhir di Rotasi Baktun ke-13  pada 21 Desember 2012.

Tapi Gronemeyer membantah kedatangan Bolon Yokte menjelaskan tentang kiamat. Karena tak ada penjelasan mengenai kiamat di tanggal 21 Desember 2012. Bagian mengenai ramalan merupakan ramalan penguasa saat itu, Bahlam Ajaw, yang ingin merencanakan kedatangan dewa Bolon Yokte.

"Untuk petinggi Tortuguero, jelas bahwa mereka harus menyiapkan lahan untuk kembalinya dewa, dan Bahlam Ajaw akan menjadi penerima dewa itu di prosesi inisiasi itu," jelas Gronemeyer.

"Tanggal itu memiliki nilai simbolis, karena merupakan refleksi dari hari penciptaan. Ini merupakan kedatangan dewa, dan bukan berarti memiliki arti penting bagi manusia," lanjutnya.
Sebelumnya, Institut Antropologi dan Sejarah Nasional di Mexico kemudian mengatakan, 'kiamat' pada Desember 2012 merupakan misinterpretasi bangsa Barat dalam membaca penanggalan bangsa Maya. "Ramalan barat telah memelintir cosmovision (pandangan kosmis) dari peradaban masa silam seperti bangsa Maya." (ren)
• VIVAnews

Film 2012 (Film 2012)

Bangsa Maya diasumsikan pernah meramalkan bahwa 'kiamat' akan terjadi pada 21 Desember 2012. Asumsi ini berdasarkan ditemukannya penanggalan dan inskripsi bangsa Maya yang terdapat di sebuah prasasti tablet batu, di situs Tortuguero, Mexico.

Selain itu, arkeolog beberapa waktu lalu juga menemukan sebuah ukiran (atau mungkin relief) yang terbuat dari batu bata, yang menyebut mengenai ramalan bangsa Maya mengenai 'kiamat' pada tahun 2012. Artefak ini ditemukan di dekat reruntuhan Comalcalco. Adapun Comacalco memiliki keunikan, karena jarang kuil Maya yang terbuat dari batu-bata.

Tapi ahli mengenai kebudayaan Maya asal Jerman, Sven Gronemeyer, mengatakan ramalan mengenai 'kiamat' itu merupakan misinterpretasi atau salah pembacaan.

Menurut Gronemeyer, inskripsi yang ditemukan tidak terbaca secara lengkap, karena ada bagian yang mengalami kerusakan. Tapi, jika itu bisa dibaca, inskripsi juga tidak menyebut apapun mengenai hari akhir atau kiamat.

Berdasarkan pembacaan yang dilakukannya, Gronemeyer berpendapat inskripsi di tablet batu Tortuguero menjelaskan mengenai transisi era baru di kalender bangsa Maya, dan bukan akhir dunia.

Berdasarkan inskripsi Tortuguero, terdapat penjelasan mengenai apa yang akan terjadi di tahun 2012. Salah satunya adalah munculnya Bolon Yokte, dewa Maya yang bersifat misterius, yang selama ini dikaitkan dengan perang dan penciptaan. Walau inskripsi ini tidak ditemukan secara sempurna, inskripsi itu diduga menyebut kalimat: "Dia akan datang dari langit."

Tapi, menurut Gronemeyer, Bolon Yokte disebut sebagai figur yang melambangkan perubahan. Kesalahan pandangan terhadap kepercayaan bangsa Maya ini dituding Gronemeyer dilakukan oleh bangsa Barat.

Gronemeyer berpandangan, inskripsi memang menjelaskan kembalinya dewa bangsa Maya, Bolon Yokten di akhir periode ke-13 rotasi Baktun. Berdasarkan penanggalan bangsa Maya, 1 rotasi Baktun berlangsung selama 394 tahun, dan angka 13 merupakan angka sakral bagi bangsa Maya. Penanggalan bangsa Maya diperkirakan dimulai pada 3114 SM dan berakhir di Rotasi Baktun ke-13  pada 21 Desember 2012.

Tapi Gronemeyer membantah kedatangan Bolon Yokte menjelaskan tentang kiamat. Karena tak ada penjelasan mengenai kiamat di tanggal 21 Desember 2012. Bagian mengenai ramalan merupakan ramalan penguasa saat itu, Bahlam Ajaw, yang ingin merencanakan kedatangan dewa Bolon Yokte.

"Untuk petinggi Tortuguero, jelas bahwa mereka harus menyiapkan lahan untuk kembalinya dewa, dan Bahlam Ajaw akan menjadi penerima dewa itu di prosesi inisiasi itu," jelas Gronemeyer.

"Tanggal itu memiliki nilai simbolis, karena merupakan refleksi dari hari penciptaan. Ini merupakan kedatangan dewa, dan bukan berarti memiliki arti penting bagi manusia," lanjutnya.
Sebelumnya, Institut Antropologi dan Sejarah Nasional di Mexico kemudian mengatakan, 'kiamat' pada Desember 2012 merupakan misinterpretasi bangsa Barat dalam membaca penanggalan bangsa Maya. "Ramalan barat telah memelintir cosmovision (pandangan kosmis) dari peradaban masa silam seperti bangsa Maya." (ren)
• VIVAnews

Misteri 'Manuskrip Nabi' Berhasil Dipecahkan

Ditulis dalam huruf asing dengan sedikit sketsa sebagai ilustrasi, membuat rahasia Manuskrip Voynich terjaga selama ratusan tahun. Manuskrip ini telah membingungkan sejarawan, kriptografer, dan bibliophiles selama berabad-abad.


Manuskrip Voynich, paling misterius di dunia (DiscoveryNews)

Namun sekarang, akhirnya misteri itu telah berakhir. Menurut seorang pengusaha asal Finlandia, Viekko Latvala, dirinya telah berhasil menerjemahkan manuskrip yang diklaim dari 'Nabi Tuhan' itu. Latvala mengklaim telah memecahkan kode dan rahasia manuskrip yang diklaim paling misterius di dunia tersebut.

Rekan kerja Latvala, Ari Ketola, sebagaimana dikutip laman foxnews.com, menggambarkan betapa sulitnya penerjemahan karakter misterius itu. "Buku ini adalah karya hidup dan publikasi ilmiah tentang obat yang akan masih berguna hari ini," kata Ketola.

"Penulisnya adalah seorang ilmuwan tanaman, astrologi, farmasi, dan astronomi. Buku ini berisi ramalan beberapa dekade dan ratusan tahun ke depan dari waktu buku ini dibuat."

Dengan kata lain, Manuskrip Voynich --yang saat ini dimiliki Perpustakaan Manuskrip dan Buku Langka Beincke Universitas Yale di New Haven-- adalah sebuah buku herbalogi, dimana sang penulis melacak tanaman-tanaman dan menggunakannya untuk tujuan obat-obatan.

Latvala memberikan terjemahan dari tanaman 16152 yang saat ini bisa ditemukan di Ethiopia:

"Nama bunga ini adalah Heart of Fire. Bunga ini bisa membuat kulit indah bila dibuat sebagai salep. Minyak ditekan dari tunas. Salep ini digunakan untuk kulit keriput. Apakah cocok untuk ginjal dan kepala, sebagai bunga antibiotik untuk mencegah radang. Tinggi tanaman 10 sentimeter. Tanaman ini tumbuh pada daerah kering dan panas. Tanaman ini berwarna hijau terang."
Manuskrip Voynich

Lantas, bagaimana Latvala bisa menerjemahkan manuskrip yang paling misterius di muka bumi tersebut?

"Mr. Latvala mengatakan tak ada satu pun 'manusia normal' yang bisa memecahkan kode itu, sebab tidak ada kode atau metode yang bisa digunakan untuk membaca teks ini. Ini bahasa nabi," kata Ketola.

"Tipe orang yang bisa membaca teks seperti ini sangat jarang ditemukan di muka bumi. Belum tentu mereka muncul ke muka bumi dalam satu milinium... dan Mr. Veikko Latvala telah diberi kelebihan selama 20 tahun terakhir."

Namun, sejumlah kriptografer menolak mengomentari klaim yang dikeluarkan Latvala ini. baik memberikan validasi atau menolak klaim itu. Yang jelas, Ketola menolak untuk menunjukkan metode dalam memecahkan rahasia manusrip ini.

"Bahasa buku ini cukup rumit," kata Ketola. "Suku kata vokal merupakan campuran dari Spanyol dan Italia, juga dicampur dengan bahasa penulis manuskrip. Bahasa penulis manuskrip sendiri adalah bahasa Babilon langka yang diucapkan di daerah Asia kecil."

Ketola menduga, penulis naskah Voynich tidak tahu bagaimana menulis dalam bahasa lain. Jadi dia harus menciptakan alfabet sendiri dan kosa kata. "Orang ini tidak bisa menulis bahasa apapun sehingga ia harus menemukan tulisan yang bisa dia baca atau diucapkannya sendiri," katanya.

Ketola mengatakan penulis juga mengutip tulisan dari beberapa tulisan dari sejumlah pengarang untuk manuskrip ini.

Selain manuskrip Voynich, buku paling misterius lain berhasil dipecahkan oleh Kevin Knight pada bulan lalu. Dia adalah seorang ilmuwan komputer di University of Southern California Viterbi School of Engineering.

Sandi Copiale - kriptogram misterius yang terikat dalam emas dan kertas brokat berwarna hijau - adalah dokumen kode 250-tahun. Dengan mendekripsikannya, Knight dan rekan-rekannya menemukan cara kerja sebuah masyarakat rahasia yang hidup pada abad ke-18.

Namun, Knight menolak mengomentari penemuan Ketola itu.
• VIVAnews
Ditulis dalam huruf asing dengan sedikit sketsa sebagai ilustrasi, membuat rahasia Manuskrip Voynich terjaga selama ratusan tahun. Manuskrip ini telah membingungkan sejarawan, kriptografer, dan bibliophiles selama berabad-abad.


Manuskrip Voynich, paling misterius di dunia (DiscoveryNews)

Namun sekarang, akhirnya misteri itu telah berakhir. Menurut seorang pengusaha asal Finlandia, Viekko Latvala, dirinya telah berhasil menerjemahkan manuskrip yang diklaim dari 'Nabi Tuhan' itu. Latvala mengklaim telah memecahkan kode dan rahasia manuskrip yang diklaim paling misterius di dunia tersebut.

Rekan kerja Latvala, Ari Ketola, sebagaimana dikutip laman foxnews.com, menggambarkan betapa sulitnya penerjemahan karakter misterius itu. "Buku ini adalah karya hidup dan publikasi ilmiah tentang obat yang akan masih berguna hari ini," kata Ketola.

"Penulisnya adalah seorang ilmuwan tanaman, astrologi, farmasi, dan astronomi. Buku ini berisi ramalan beberapa dekade dan ratusan tahun ke depan dari waktu buku ini dibuat."

Dengan kata lain, Manuskrip Voynich --yang saat ini dimiliki Perpustakaan Manuskrip dan Buku Langka Beincke Universitas Yale di New Haven-- adalah sebuah buku herbalogi, dimana sang penulis melacak tanaman-tanaman dan menggunakannya untuk tujuan obat-obatan.

Latvala memberikan terjemahan dari tanaman 16152 yang saat ini bisa ditemukan di Ethiopia:

"Nama bunga ini adalah Heart of Fire. Bunga ini bisa membuat kulit indah bila dibuat sebagai salep. Minyak ditekan dari tunas. Salep ini digunakan untuk kulit keriput. Apakah cocok untuk ginjal dan kepala, sebagai bunga antibiotik untuk mencegah radang. Tinggi tanaman 10 sentimeter. Tanaman ini tumbuh pada daerah kering dan panas. Tanaman ini berwarna hijau terang."
Manuskrip Voynich

Lantas, bagaimana Latvala bisa menerjemahkan manuskrip yang paling misterius di muka bumi tersebut?

"Mr. Latvala mengatakan tak ada satu pun 'manusia normal' yang bisa memecahkan kode itu, sebab tidak ada kode atau metode yang bisa digunakan untuk membaca teks ini. Ini bahasa nabi," kata Ketola.

"Tipe orang yang bisa membaca teks seperti ini sangat jarang ditemukan di muka bumi. Belum tentu mereka muncul ke muka bumi dalam satu milinium... dan Mr. Veikko Latvala telah diberi kelebihan selama 20 tahun terakhir."

Namun, sejumlah kriptografer menolak mengomentari klaim yang dikeluarkan Latvala ini. baik memberikan validasi atau menolak klaim itu. Yang jelas, Ketola menolak untuk menunjukkan metode dalam memecahkan rahasia manusrip ini.

"Bahasa buku ini cukup rumit," kata Ketola. "Suku kata vokal merupakan campuran dari Spanyol dan Italia, juga dicampur dengan bahasa penulis manuskrip. Bahasa penulis manuskrip sendiri adalah bahasa Babilon langka yang diucapkan di daerah Asia kecil."

Ketola menduga, penulis naskah Voynich tidak tahu bagaimana menulis dalam bahasa lain. Jadi dia harus menciptakan alfabet sendiri dan kosa kata. "Orang ini tidak bisa menulis bahasa apapun sehingga ia harus menemukan tulisan yang bisa dia baca atau diucapkannya sendiri," katanya.

Ketola mengatakan penulis juga mengutip tulisan dari beberapa tulisan dari sejumlah pengarang untuk manuskrip ini.

Selain manuskrip Voynich, buku paling misterius lain berhasil dipecahkan oleh Kevin Knight pada bulan lalu. Dia adalah seorang ilmuwan komputer di University of Southern California Viterbi School of Engineering.

Sandi Copiale - kriptogram misterius yang terikat dalam emas dan kertas brokat berwarna hijau - adalah dokumen kode 250-tahun. Dengan mendekripsikannya, Knight dan rekan-rekannya menemukan cara kerja sebuah masyarakat rahasia yang hidup pada abad ke-18.

Namun, Knight menolak mengomentari penemuan Ketola itu.
• VIVAnews

Diberdayakan oleh Blogger.

 
Design by IBENKZ TRILOGY © 2011