Penurunan ekspor terjadi karena berkurangnya permintaan bahan baku dari Jepang.
Tiga minggu pasca terjadinya bencana gempa bumi dan tsunami di Jepang mengakibatkan penurunan ekspor non migas Indonesia ke Jepang pada bulan Maret 2011. Ekspor hingga akhir Maret mencapai US$809 juta atau turun 39,15 persen dibanding bulan sama 2010.
Menurut Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Deddy Saleh penurunan ekspor terjadi karena berkurangnya permintaan bahan baku dari industri manufaktur di Jepang. Pasalnya industri di Jepang terkendala pasokan listrik dan kerusakan gempa.
Namun Deddy mengatakan krisis Jepang diproyeksikan tidak berpengaruh terhadap target ekspor non migas 2011. Pasalnya kenaikan harga internasional yang relatif tinggi memberikan dampak positif yang lebih kuat dibandingkan perlambatan ekonomi pasca bencana. Saat ini Jepang menjadi tujuan ekspor terbesar 18 persen dibanding China sebesar 16 persen. Sedangkan impor dari Jepang sebesar 13 persen, lebih tinggi dari China yaitu 15 persen.
Menurut Deddy, bencana Gempa Jepang juga bisa menjadi peluang Indonesia untuk mengekspor kayu dan bahan-bahan bangunan untuk merekonstruksi infrastruktur di Jepang.
Ia mencontohkan kesulitan perdagangan Indonesia terdapat dalam ekspor industri otomotif, elektronik, baja, komponen plastik. Misalnya stok sektor otomotif industri hanya mempunyai stok 2 bulan. "Jika Jepang ingin membuat ban otomatis kita harus mengekspor bahan mentahnya itu karet." (adi)
• VIVAnews
Menurut Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Deddy Saleh penurunan ekspor terjadi karena berkurangnya permintaan bahan baku dari industri manufaktur di Jepang. Pasalnya industri di Jepang terkendala pasokan listrik dan kerusakan gempa.
Namun Deddy mengatakan krisis Jepang diproyeksikan tidak berpengaruh terhadap target ekspor non migas 2011. Pasalnya kenaikan harga internasional yang relatif tinggi memberikan dampak positif yang lebih kuat dibandingkan perlambatan ekonomi pasca bencana. Saat ini Jepang menjadi tujuan ekspor terbesar 18 persen dibanding China sebesar 16 persen. Sedangkan impor dari Jepang sebesar 13 persen, lebih tinggi dari China yaitu 15 persen.
Menurut Deddy, bencana Gempa Jepang juga bisa menjadi peluang Indonesia untuk mengekspor kayu dan bahan-bahan bangunan untuk merekonstruksi infrastruktur di Jepang.
Ia mencontohkan kesulitan perdagangan Indonesia terdapat dalam ekspor industri otomotif, elektronik, baja, komponen plastik. Misalnya stok sektor otomotif industri hanya mempunyai stok 2 bulan. "Jika Jepang ingin membuat ban otomatis kita harus mengekspor bahan mentahnya itu karet." (adi)
• VIVAnews
0 komentar:
Posting Komentar